Friday, December 5, 2008

my first debute

Oke, saya akhirnya merasakan jadi pembatik. Ukurannya sih baru se-sapu tangan, prosesnya pun masih yang sederhana dengan satu kali pewarnaan. Tapi seru..
Paling tidak, setelah selama ini hanya bisa membayangkan membatik lewat artikel-artikel yang saya tulis, akhirnya kesampaian juga membuat batik dengan tangan sendiri. :)

Jadi, begini prosesnya:
1. Mori atau kain yang akan dibatik, digambari dan dibuat polanya. Untuk batik tulis yang kualitasnya baik, motifnya cenderung lebih rumit dengan detail-detail kecil.
* Untuk mempersingkat waktu, guru saya memberi kain yang sudah digambari lebih dulu. Jadi saya nggak perlu kelamaan mikir mau membatik dengan motif apa. he... he... he...

2. Setelah digambari, kain digantung di gawangan atau dijepit dengan penampang kain. Tujuannya untuk mempermudah proses pembatikan.
* Kain batik yang akan saya kerjakan seukuran sapu tangan, jadi saya menggunakan penampang bulat dengan diameter kira-kira 30 cm.

3. Membatik. Nah... ini die yang membuatnya disebut batik! Proses penitikkan lilin/malam di atas kain dengan canting. Setelah dicelup ke wajan, ujung canting harus 'disebul' sedikit supaya lilin tidak gampang menggumpal dan menghambat proses pembatikan. Pembatikkan ini harus dilakukan bolak balik. Semakin tajam dan tebal kualitas pembatikan, maka warna dan pola yang dihasilkan nantinya akan semakin baik.
* Susye boo.. awalnya tangan saya sampai gemetaran saking kakunya. Kain saya sempat keclepretan malam karena gerak tangan saya yang kurang lincah. Plus, ketetesan malam yang rupanya panas bukan main. Tipsnya, selain sabar plus gesit, sesuaikan juga lubang canting dengan motif yang akan dibuat, agar hasil pewarnaan sempurna.

4. Pewarnaan. Kain yang sudah dibatik dicelupkan dua kali. Pertama, ke dalam larutan Naftol. Kedua ke dalam larutan warna yang diinginkan (bisa kimia atau alami).
* Sayang, untuk yang ini saya masih di asisteni, jadi belum ahli benar soal komposisi bahan-bahan kimianya..

5. Pelorodan. Kain direbus dengan air mendidih dalam kuali besar sambil terus diaduk-aduk, agar lilinnya lepas/melorod.
* Karena kain saya hanya seukuran sapu tangan, medianya hanya kompor kecil dan panci dandang. he... he... he...

6. Penjemuran. Nah, kain sudah 3/4 jadi. Tinggal tunggu kering dan siap digunakan...
* Untuk mewarnai kain dengan pewarna lain, proses membatik diulang lagi dari poin 3. Pola yang sudah diwarnai atau akan diwarnai dengan warna yang lainnya lagi ditutup dengan malam. Misalnya kalau ingin batik bernuansa merah, kuning, hijau dengan warna dasar merah. Maka pembatikan dilakukan 3 tahap dengan warna merah sebagai tahap pertamanya.


Begitulah...
Pengalaman membatik, suasana workshop, aroma malam, dan hangatnya canting, semuanya begitu menyenangkan. Saya sedang menanti-nanti nih kalau ada workshop batik lainnya. Kali lain, akan saya coba dengan kain yang lebih panjang dan warna yang lebih banyak!

Saturday, August 9, 2008

Mari Mister Saya Antar

Ada Mister Deplongan yang berkunjung ke Jakarta untuk pertemuan kenegaraan singkat (kurang dari seminggu deh), untuk plesirannya mau diajak kemana ya?

Museum? Hmm, kemungkinan dia akan bosan, Cuma luking2 around, mondar-mandir.
Taman mini? Kemana? aquarium air tawar? Museum serangga dan kupu-kupu?
DKJ atau TIM? Iya kalau lagi ada event bagus..
Bursa kue basah di Pasar Pagi Senen? Iya kalau bisa bangun pagi itu mister..
Oh, ajak ke mal! Yang paling bagus dan paling dingin! Dihh… wong barang-barangnya hampir smua diimpor dari negara akyu.., kata si mister..

Jadi?
Saya punya satu mal yang seru mister! Mal serba Indonesia. Isinya semua barang-barang Indonesia, interiornya bernuansa Indonesia dan bahan bakunya 70% didatangkan dari seluruh penjuru nusantara, sisanya ya bahan baku kualitas terbaik yang belum mampu dihasilkan oleh SDM negeri ini.

Ambience musiknya juga musik Indonesia mister. Tapi ya bukan gamelan klasik atau musik kolintang gitu.. nanti mister kira kita lagi kendurian lagi.. Musiknya tetap tradisional, tapi yang sudah di re-package dengan bungkus yang lebih modern, mudah dan nyaman di telinga semua kalangan. Kan banyak lho mister musisi muda kita yang berani membungkus ulang musik negeri dengan irama yang cantik sekali. Saya ngga hafal karena banyak, tapi saya contohkan.. ada Balawan, Tohpati, Maya Hasan, Rama Andhika Widi, Aning Katamsi, Krakatau, Ananda Sukarlan, Dewa Budjana, sama yang mengaransemen ulang lagu Becak itu… aduhhh siapa ya namanya? Ck.. lupa saya, ada Tante Waljinah juga.. wah banyak deh mister. Dijamin ngga bakal bikin bosen atau ngantuk acara belanja.

Trus, kalau mister mau belanja oleh-oleh di sini banyak deh macamnya. 33 propinsi dijamin ada semua… mulai dari dendeng rusa dari Aceh, songket padang, batik Lasem, bawang goreng Palu, tenun ulap doyo Kalimantan, gerabah Lombok, apaaa aja deh mister! Koteka dari Papua juga ada, kalau mister mau.. untuk souvenir, pastinya.

Soal harga dijamin sesuai mutu deh mister. Target kami adalah konsumen kalangan middle to high-end. Perancang dan perajin yang sudah punya nama punya tenant di sini, seperti Obin, Ghea Panggabean, Ramli, dan Iwan Tirta. Butik Allure juga ada. Eh mister tau dong butik Allure? Bulan lalu buka cabang baru lho di Orchard Road, Singapura. Namanya Alluire.

Mister tidak perlu khawatir, range harga barang di mal ini cukup lebar, karena kita juga bermitra dengan koperasi daerah dan dekranasda seluruh propinsi. Jadi barangnya kita impor langsung dari UKM dan perajin terbaik di desa sana. Prosentase kerajinan yang hasil pabrikan maksimal 40%, sisanya adalah handmade, yang punya cerita luhur di setiap proses pembuatannya. Semua barang seni sangat dijaga mutu sejarahnya, kan kita juga kerjasama dengan para kurator lho mister.

Oya, ngga cuma barang-barang kerajinan aja lho mister, makanan khas juga ada. Seperti cookies atau crackers khas Indonesia. Kue sagon, semprong, ting-ting, sumpia, kripik tempe, manisan pala, kripik balado. You named it mister.. Cuma kalau yang tidak awet seperti jajan pasar atau lauk pauk gitu, ya mister harus pesan dulu, karena stock mereka tidak banyak.

Nah kalau mister mau lihat kesenian apa yang kita punya, mister bisa menikmatinya di atrium dan assembly hall, masih di dalam mal juga. Atriumnya ada yang indoor, ada juga yang outdoor. Di sana setiap selasa dan setiap weekend akan ada pagelaran kesenian. Macam-macam mister, ada tarian, musik, bernyanyi sampai teater yang melakonkan cerita dan legenda rakyat. Buku programnya bisa didapat di bagian informasi di pintu utama. Tapi kalau mau lihat-pilih dulu juga bisa. Mal ini ada situsnya kok.

Bagaimana mister? Menarik kan? Mister searching aja dulu, mau ke toko mana saja, mau lihat pertunjukan apa dan mau pesan barang apa saja. Nanti akan kami siapkan. Semua yang terbaik. Dijamin, mister!

Tuesday, July 22, 2008

Juno dan Jenang Barokah

Apa perbedaan film juno dengan jenang Barokah? Ya beda laaaahhh... yang satu film, satu lagi dodol gitu.

Tapi, menikmati film ini saya analogikan dengan menikmati dodol itu. Suatu siang, teman saya dari departemen produk membawa oleh2 untuk kami. Satu boks jenang kudus (a.k.a dodol) merk Barokah, rasa nangka. My roomatte girang banget demi melihat dus oranye itu. Saya tak terlalu antusias, karena saya ngga suka dodol. Giung, kalau kata orang sunda. Yang paling rese, setelah makan dodol ada yang nempel2 nyangkut di sela gigi.

Nah suatu sore, di jam 4 yang rawan (rawan karena lapar sering bertamu tanpa diundang), di ruangan saya tak ada cemilan lain selain dodol itu. Untuk turun ke kantin dan beli makanan rasanya saya tak selapar itu. Akhirnya, saya comot satu dodol sambil bertanya kurang yakin pada teman saya, “Rasanya nangka banget ya? Manis banget ngga?” “Ngga terlalu manis kok, enak deh..”

***

DVD film Juno ini saya beli atas rekomendasi seorang teman. Waktu membaca resensinya, saya berpikir, “Hm, jalan ceritanya seperti sinetron. ABG SMU yang sexually active, kebobolan, hamil di luar nikah, bingung anaknya mau diapain, diledekin temen2 satu sekolah, malu, and so on.. and so on..”

Frame pertama dibuka dengan adegan 17+. “Tuh kan...,”komentar saya dalam hati. Untungnya Cuma bentar, 3 detik doang. Dan dari sana alur cerita dimulai maju dengan sedikit flashback ke bagaimana si ABG 16 tahun ini jatuh hati dengan teman satu sekolahnya, Paul Bleeker, si pemain inti tim basket sekolahnya sekaligus ayah biologis dari bayi yang dikandung Juno.

Selanjutnya Juno ke minimart, beli test pack, kebingungan saat hasilnya positif, lalu pulang ke rumah dengan gontai, telpon2an curhat sama sahabatnya di atas tempat tidur. Sempat ia mendatangi sebuah klinik untuk melakukan aborsi, tapi setelah diberitahu temannya bahwa bayi yang dikandungnya kemungkinan punya kuku (saya ngga paham apa relevansi kuku bayi dengan niat aborsi Juno yang ujug-ujug pupus). Hm, sejauh ini sih masih 11 12 ya sama sinetronnya dinasti punjabi..

Saya mulai curious ketika dua sahabat, Juno dan Leiah menemukan iklan di majalah bahwa ada pasangan super kaya yang sudah 5 tahun menikah, sangat mendambakan anak, dan mereka rela mengadopsi bayi siapapun. Juno pun membulatkan tekad untuk lapor pada orang tuanya dan langkah yang ia tempuh termasuk jalur mempelajari hukum adopsi.

Bedanya sama sinetron Indonesia, orang tua Juno kaget dengan wajar, ngga ada banting piring, gelas, sesak napas mendadak sampai jatuh ke lantai. Atau cut to cut muka ke muka yang berlebihan. They can handle it firmly. Setelah shock dan bertanya siapa pria itu, mereka langsung putar otak mengurus janji dokter kandungan dan to do list untuk menjaga kesehatan janin Juno, juga perlindungan hukum untuknya karena masih di bawah umur. Satu hal yang harus kita pelajari. Responsif bukan reaktif.

Nah, filmnya semakin menarik saat Juno bertemu Mark dan Vanessa di rumah mewah mereka. Di sana saya bisa melihat betapa lugas dan apa adanya Juno mengungkapkan apa yang ada di pikirannya. Terkadang lugu dan out of control (manner mode on... ;D) karena kepolosannya itu. Tapi itulah nikmatnya jadi Juno, gadis tomboy dengan rambut diikat awut2an, penyuka musik hardcore, berasal dari daerah pinggir ( yang ngga terlalu riweuh sama obrolan penuh tata krama), punya keluarga dan sahabat yang mendukung dia untuk menjadi apa adanya. Berani menempuh semua resiko dari tindakannya.

Klimaksnya adalah pasangan Mark dan Vanessa memutuskan untuk divorce, karena Mark ternyata belum siap jadi bapak, sementara Vanessa really die to born a baby. Juno frustasi dan kecewa berat karena Mark yang hobi bermusik dan selera horornya sama dengannya, Mark yang ia kagumi, ternyata cukup egois untuk tidak mau jatuh hati lagi dan berkorban untuk Vanessa. “You’ve been in love with her for years, and you can make another one.” “You’re still a child. You don’t understand.” (Terusannya ada yang menarik, tapi saya lupa. Hehe... nanti ya saya lanjutin)

Semua porsi pas dalam setiap adegan. Saya rasa film ini bisa saya tonton lagi nanti.

***
Setelah mencoba dodol Barokah rasa nangka, ternyata saya menyukai rasanya. Rasanya tidak terlalu manis, ada gurih santan, legit gula merah, dan aroma nangka yang tidak terlalu kuat. Porsi setiap bahannya pas. Adonannya juga kalis, ngga ketinggalan di sela-sela gigi apalagi bikin giung. Saya nanti titip lah kalau ada yang mau ke Semarang atau ke Kudus. Titip dibeliin dodol Barokah rasa nangka!

Sunday, July 13, 2008

Allah Yang Maha Penyayang..

Terima kasih karena sudah mengirim seorang ibu yang luar biasa hebat dengan hati seluas samudra. Semoga masih ada cukup waktu untukku memberinya kebahagiaan.

Monday, July 7, 2008

Aisyah, istri Rasul

Saya sedang membaca Aisyah The True Beauty, yang ditulis oleh Sulaiman An-Nadawi. Setelah cukup lama menimbang-nimbang buku Aisyah terbitan mana yang akan saya beli, akhirnya minggu lalu saya membeli buku terbitan pena ini di pameran. Lumayan ada diskon 30%. hehehe...

Tadinya saya sempat bingung, mana yang saya pilih "Khadijah" atau "Aisyah". Mengapa saya memilih membeli buku ini? Karena teman saya beli buku Khadijah, jadi kita bisa tukeran. hehehe.. ngga deng, tapi karena saya tertarik dengan cerita orang-orang tentang pribadi Aisyah, yang pemberani, tegas, keras kemauan (beda ngga ya sama keras kepala??), dan yang paling banyak merawikan sabda Rasulullah SAW (baca: hadits). Khadijah juga akan saya baca nanti, setelah teman saya selesai membacanya (teteeeup...).

Hm.. saya baru membaca sebagian kecil, itu pun masih saya pilah-pilah babnya, semau saya. Sayangnya, tidak sesuai dengan harapan. Saya berharap lewat buku ini akan mengenal sosok Aisyah RA lebih dekat. Misalnya masa-masa sejak beliau kecil, tumbuh remaja, dan sampai akhirnya mengenal sosok Rasul, dan menikah. Lebih humanis lah tanpa mengesampingkan besarnya nama dan kedudukan beliau dalam sejarah Islam.. Nah, sejauh ini yang saya temukan si penulis selalu mengaitkan Aisyah dengan sejarah hadits, sejarah islam. Dia seperti bukan pemeran utama. BOSAN DEH. Jadi terlalu kaku. Seperti baca buku pelajaran agama.

Harapan saya membaca sosok Aisyah seperti mendengar orang bertutur tentang peran besarnya dalam kerasulan Nabi Muhammad SAW, sekaligus Aisyah sebagai pribadi...
Tapi sebaiknya saya teruskan dulu deh bacanya... Nanti saya kabari lagi.
Sampai jumpa ya...

Monday, June 30, 2008

the real place to hang with

Akhirnya saya bisa total menikmati jalan-jalan di mal. Saya beri dua jempol deh untuk Pacific Place. Awalnya, saya punya prejudice miring tentang mall ini. Seorang teman berkata, "Mall ini hanya cocok untuk makan. Kegedean, udah gitu lebih banyak tempat makannya." Kerabat yang lainnya bilang, "Ah, makanannya terlalu mahal." Hm, saya kok jadi malas, sepertinya mal ini congkak sekali *halah congkak*. Saya jadi ngga penasaran untuk menengok ke sana. Ohya, satu lagi, mal ini dipilih oleh waralaba tempat bermain anak dari Mexico, Kidzania. wah, saya semakin tak tertarik untuk datang. Segmennya sangat pas untuk yang cuma mau makan2 atau orang-orang anak2nya bemain, pikir saya. shallow ya membuat dugaan tanpa bukti. hahaha.

Tapi emang dasar ketulah, kemarin saya malah mengajak seorang sahabat lama untuk catch up di sana. "Asik buat dijelajahi," tulis saya saat mengirim sms untuknya. nah.

Awal kunjungan saya ke PP adalah karena "kepaksa". Tante saya beride mengajak keponakan-keponakan kecilnya untuk bermain di Kidzania. Saya ditunjuk sebagai ketua rombongan para kurcaci. Nyatanya Kidzania itu benar2 menarik. Gambarannya, kalau Anda senang main pasar-pasaran, pura-pura menjadi sesuatu, nah di sana banyak tempat yang bisa membayar kesenangan itu. Pura-pura jadi pilot, pura-pura jadi wartawan, pura-pura jadi pemain teater.. Tapi pura-pura yang ini dibuat seserius dunia nyata. Misalnya kalau Anda ingin pura-pura (baca: belajar) jadi wartawan, di sana ada booth Media Indonesia dan Metro TV lengkap dengan piranti2 yang sama persis dengan yang ada di Press Room sesungguhnya. Wuih, sirik banget deh saya nggak boleh ikutan. Alasannya? Faktor U. Padahal kalau diukur fisik saya ngga kalah kok sama anak yang usianya baru 17 tahun. Ngga kalah pendek maksudnya...

Singkat cerita, itulah perkenalan saya dengan PP. Sayang, saya ngga sempat eksplor lebih jauh. 4 jam saya habiskan di dalam Kidzania. Saya hanya sempat melirik kiri kanan sebentar saat menggiring rombongan untuk makan siang di wendy's dan kemudian mengantar mereka pulang. hmm... dari screening kilat, saya putuskan harus kembali lagi kesini.

Dari range 10 sampai 100 saya beri range 85 untuknya. Tak banyak mal yang berbesar hati atau (cukup manusiawi?) untuk menyediakan fasilitas yang betul-betul baik. Mari kita mulai dari toilet. Lumayanlah, cukup bersih dan ada air. Desain interiornya sih ngga bagus-bagus amat, tapi yang penting bersih dan ada air dan ngga bau. Beberapa hotel dan mal menolak menggunakan air sebagai sarana bersih2 setelah pipis atau pup. Mau tiru2 luar negeri kali ya, tujuannya sih bagus biar lantai tidak kotor dan becek. But, it is Indonesia. Pengunjung mal tentu beragam dan nyatanya masih banyak orang yang tidak merasa nyaman jika beristinja' hanya dengan menggunakan tissue (lha wong kemarin saja ada anak yang memilih pipis ndhodok di lantai). Hasilnya? Toilet malah jadi tidak nyaman karena bau pesing. Solusinya memang mba-mba cleaning service harus stand by untuk selalu sigap ngepel! Kan...

Berikutnya adalah mushola. Ini yang sering bikin saya mengernyitkan dahi. Kadang, kita datang ke mal yang dingin, wangi, terang benderang, kinclong, tapi saat hendak sholat, keinginan itu bisa pupus di mulut pintu mushola (bahkan saat melihat arah papan penunjuk arahnya). Why? Mushola yang gelap, sempit, lembab, dan jauh dari bangunan mal (seperti di Mal Taman Anggrek, mushola mininya mojok di basement. Padahal mal ini guede banget!) cukup ampuh menahan niat orang yang ingin beribadah. Boleh lah dibilang saya melakukan pembenaran, tapi saya tidak munafik. Mengganggu. Belum lagi, alat sholat dan dekorasi yang seadanya (seperti di Gramedia Matraman yang katanya toko buku terbesar seAsia Tenggara); mukena yang kotor, sajadah yang letaknya morat marit (kadang warnanya juga sudah pudar), atau hiasan yang ditempel sembarangan. Tak ketinggalan tempat wudlu yang becek dan kadang nyampur antara laki dan perempuan dan krannya cuma 4 (seperti di PIM). Ck..ck..ck.. gimana ya otaknya para pengelola mal itu. Masa iya ngga bisa ngitung perbandingan volume pengunjung sama luas mushola..

Di PP, mushola dilengkapi fasilitas yang cukup layak. Selain tempat berwudlu yang terpisah dan kran yang cukup banyak, lay out ruang sholat pun ditata apik; seperti karpet yang bersih, pencahayaan yang cukup. Penggunaan rubber carpet di seluruh areal wudlu (yang juga menutup areal pembuangan air), menghindarkan mushola dari bau lembab, dan yang terpenting, mushola tidak becek. Mukena yang disewakan pun tidak sekadar bersih, tapi indah. Yang saya kenakan kemarin berrenda hitam dengan variasi benang emas lho. Nah, kalau sudah begini orang kan bisa ibadah dengan tenang. Saya doain deh semoga pengelolanya dapat pahala ya! hehe... Kapasitas juga sudah diperhitungkan dengan luasnya area sholat.

Saking service-nya, yang bikin saya kagum sekaligus geli adalah si petugas penjaga rak dan loker mukena (yang pakai sarung tangan putih kayak pembawa bendera merah putih) selalu mengucapkan salam dengan ramah sambil mendekapkan tangan di dada, setiap kami datang dan pergi dari mushola itu. Hehehe...

Terakhir adalah tempat parkir. Saat kaki sudah payah karena kelamaan jalan dan cari tempat parkir, dalam waktu lima menit saya bisa mencapai loket pembayaran parkir dan jalan raya. Tanpa perlu putar-putar, layaknya ikut wahana permainan di dufan. Hehe, istilah ini lahir dari pengalaman-pengalaman saya saat parkir di mal-mal terkemuka di Jakarta. Lutut sampai pegal karena harus muter2 di menara menuruni tempat parkiran. Tapi kali ini, mungkin juga dibantu faktor keberuntungan ya, saya senang karena ngga perlu berlama-lama hanya untuk cari jalan keluar dari ruang bawah tanah.

So, untuk tempat hang out sejujurnya mal ini tidak beda jauh dengan mal lain yang menawarkan tenant branded yang dibungkus atmosfer elegant, sejuk, classy, dan comfort. Cuma satu poin yang membuat mal ini "naik kelas" : manusiawi. Semoga ngga cuma karena mereka baru launching yaa.. ;)

Tuesday, May 20, 2008

eksistensi

Huhu, sedih juga ngga bisa lihat prosesi pemakaman bang ali (even dari tv). Gagal deh cita-cita menulis profil dan mewawancarai Ali Sadikin, sekali lagi. Sejak mewawancarainya 4 tahun lalu, saya langsung jatuh cinta dengan sosok satu ini. Sebelum bertemu langsung, saya memang sudah mendengar tentang ketegasannya, kelantangannya, kegarangannya, etc. Tapi saya betul-betul kagum saat bertemu langsung dengannya (sampe foto bareng segala.. hehe)


Selama wawancara, Bang Ali dibantu dengan hearing aid. Tapi toh itu tak mengurangi kegarangannya saat bicara tentang angka urbanisasi yang terus merangsek naik, keruwetan lalu lintas yang membuat pusing tujuh keliling, dan knalpot-knalpot bis kota yang begitu jahat. Berkobar semangatnya saat memuntahkan kritik pedas akan kebijakan pemda sampai muka saya pun ditunjuk-tunjuk, dahinya mengernyit, alisnya mengerut, dan suaranya tak kendur sekejap pun. Duh, saya sempet mengkeret waktu beliau melotot sambil tunjuk2 muka saya.

Ah, pasti saya bangga banget deh jadi penduduk Jakarta saat beliau sebagai walikota. Bayangkan, mulai dari impor bajaj dari India, pembangunan pasar dan pusat kegiatan seni, sampai lokalisasi prostitusi dan kupon judi SDSB, semua dapat porsi yang besar dalam pemikirannya. Saat mengunjungi pameran bulan film nasional di TIM beberapa waktu lalu, saya menemukan kutipan kata-kata Bang Ali yang diwawancarai oleh Majalah TEMPO. "Masa' saya harus mengerahkan hansip untuk memaksa orang-orang supaya mau nonton film indonesia di bioskop??" Begitu kira-kira tanggapannya saat ditanya tentang lesunya animo masyarakat pada perfilman nasional beberapa dekade lalu. Kalau memang filmnya jelek, mau diapain lagi ya bang ya... Begitu lugas, apa adanya.

Ah walikota yang keren. Keren luar dalam. Walikota Jakarta paling eksis. Selamat jalan bang Ali. Semoga Allah menerima semua amal baik dan jasamu, amin.

Thursday, March 20, 2008

Sabtu Pagi

DUMMM, walaupun sudah berjalan hampir 4 bulan, saya masih belum juga ngeh kalau sabtu pagi harus ngantor. Sabtu itu seharusnya dipakai untuk leha-leha di rumah, memanjakan diri, pelesir.... bukan kerja! demi memperingati sabtu-sabtu saya yang terenggut oleh jam kantor, saya mau cerita pengalaman masa sabtu pagi di waktu kecil.

Waktu kecil dulu setiap sabtu pagi, saya dan adik selalu diajak jalan kaki sama papa. Dari mulai keliling komplek dan membahas setiap hal menarik yang kami temukan di jalan, main ke rumah penjual susu sapi sambil lihat mereka memerah sapi, sampai rute terjauh, yaitu main ke kampung sebelah, lihat rumah bambu, sawah, kandang ayam, kambing dan ngerasain jalan di tanah becek. Melihat bahwa tidak semua orang punya rumah yang ada lantai nya, dan tidak semua jalan depan perumahan itu ada aspalnya. "Belajar bersyukur," kata papa.

Ada pengalaman menjengkelkan setiap saya main ke kandang sapinya bu haji. entah berapa banyak kucing yang dia miliki, tapi selalu ada kucing kecil yang setia menguntit setiap saya datang ke sana. Mending kalau ngintilnya di belakang, ini di bawah rok, di antara kaki saya. Geli, takut dicakar, lebih males lagi kalau itu kucing keinjek. Hhh... kalau sudah begitu tinggal adik saya yang kegirangan melihat kakaknya senewen. Diangkatnya kucing itu dan disodorkan ke muka saya. Dasar usil.


Saat perjalanan pulang ke rumah, kami mampir ke pos hansip di depan kompleks untuk beli ketan. Beras ketan yang diaron sama santan dan daun pandan, dikukus lalu dimakan dengan parutan kelapa yang udah ditaburi garam... hmmm, yummy yummy. Kalau giliran ibu saya yang memasak menu itu lebih enak lagi karena ditambah dengan gorengan tempe dan abon. wih, sedaaap...


Acara dilanjutkan dengan menonton film kartun di TV atau video yang sudah disewa papa dari melawai plaza. Biasanya kami nonton Robot Mazzingga, Candy Candy, Gaban, atau Goggle 5. Lebih banyak superhero ya? Kakak paling suka Gaban, karena ganteng dan brantemnya sendirian. Sementara saya lebih suka goggle 5 karena ada goggle pink. hehehe... Adik? Dia mah rongeh, lebih suka main pedang-pedangan, ngga bisa duduk anteng. Oh! atau kami nonton rekaman lawak Srimulat yang ngga bisa kami tonton karena tayang di atas jam 9 malam. huehehe... We love Srimulat dan hapal semua pemainnya looh... Dare to be questioned dan ikutan kuis deh!


Selesai nonton kami harus melakukan apa yang menurut mama adalah "tugas hari minggu". Biarpun itu masih hari Sabtu. Tahu lagu "Tugas Hari Minggu" kan? Ciptaannya Pak Kasur.


Tugas hari minggu, kupotong kuku... Satu demi satu bersih kukuku...
Tak lupa sepatu kugosok dulu... Selesai tugasku riang hatiku...



Tugas hari minggu versi kami sangat bervariasi tergantung kebutuhan. Mulai dari nyemir sepatu, nyuci tas, ganti sprei, beresin rak buku.. Semuanya harus dikerjakan sendiri, ngga boleh minta tolong pembantu. Saya dan kakak akan melakukan tugas itu dengan penuh tanggung jawab *cieh*. Sementara adikku selalu punya akal untuk menghindari kewajibannya, diam-diam minta tolong pembantu atau malah menyelinap pergi main sepeda sama teman-temannya!


Kalau dipikir-pikir, boleh juga ya aktivitas Sabtu pagi ala mama dan papa. Tiru-tiru ah nanti. Hehehe...

Sunday, February 17, 2008

semudah ini

Ini adalah lirik lagu Ordinary People yang sudah saya modifikasi sedikit. permisi ya bang john legend, tidak untuk kepentingan komersial kok.


Oh, im in love with you
This ain't the honeymoon
Past the infatuation phase
Right in the thick of love
At times we get sick of love
It seems like we argue everyday


I know i misbehaved
And we made our mistakes
And we both got room left to grow
And though love sometimes hurts
I still put you first
And we'll make this thing work
But I think we should take it slow



We're just ordinary people
We don't know which way to go
Cuz we're ordinary people
Maybe we should take it slow
This time we'll take it slow
This time we'll take it slow


This ain't a movie no
No fairy tale conclusion ya'll
It gets more confusing everyday
Sometimes it's heaven sent
We head back to hell again
We talk and we make up on the way


I hang up you call
We rise and we fall
And we feel just like walking away
But as our love advances
We take second chances
Though it's not a fantasy
I Still want you to stay



We're just ordinary people
We don't know which way to go
Cuz we're ordinary people
Maybe we should take it slow
This time we'll take it slow
This time we'll take it slow


Take it slow
Maybe we'll live and learn
Maybe we'll crash and burn
Maybe you'll stay, maybe you'll leave,
maybe you'll return
Maybe you'll never find
Maybe we won't survive
But maybe we'll grow
You never know baby you and I


We're just ordinary people
We don't know which way to go
Cuz we're ordinary people
Maybe we should take it slow
We're just ordinary people
We don't know which way to go
Cuz we're ordinary people
Maybe we should take it slow
This time we'll take it slow
This time we'll take it slow


*it's beautiful. just make life simple.*

Monday, January 28, 2008

kenapa Leonardo?

antusias. perasaan itu yang selalu saya rasakan setiap akan melihat pentas Teater Koma. meski, hampir selalu lupa mengecek lakon apa yang akan saya lihat, tapi saya selalu antusias setiap melangkah ke kursi penonton sambil menenteng buku program.

kegemaran saya pada pentas seni peran sebetulnya tumbuh sejak awal kuliah. yah, belum terlalu lama sih. Lakon Sampek Engtay di Teater Tanah Airku lah yang membuat saya kepincut dengan kelompok sandiwara asuhan Nano Riantiarno ini. Dongeng era kejayaan Cina peranakan tempo dulu itu dibawakan sangat segar. meski saat itu saya cuma bisa duduk di tangga kursi kelas festival (itu juga bayar 10ribu), tapi di akhir pertunjukan saya bertepuk tangan girang, standing applause
malah. kagum dengan pengalaman pertama saya nonton teater. narasi yang jenaka, alunan musik yang gembira, riang, dan ramai. kritik sosial yang dibungkus dengan komedi kental namun tetap nyelekit dan nyepet.

Dulu dalam benak saya teater itu punya warna abu-abu, muram, suram. penuh teriakan dan makian bernada kritik sosial dan politik sepanjang acara. hm, terlalu serius ah untuk bersenang-senang. kritik sih kritik, tapi kritik dengan cara jenaka lebih bisa bikin orang mikir dan 'nempel' di otak. but, seiring waktu saya sudah bisa paham tentang makian2 orang-orang di pentas teater. bahwa ada begitu banyak warna ketika seseorang menyampaikan aspirasinya. yah, simpelnya tergantung selera aja sih.

oke, kembali ke teater koma. saya cuma mau cerita pengalaman saya mengikuti pentas2nya teater ini. kali kedua adalah ketika saya masih kuliah di bandung. demi nonton opera kecoa (yang dibantu juga oleh alm. musisi Hary Rusli), saya dan sahabat saya bela2in dateng ke dago pojok. padahal kami kost di jatinangor, sekitar 21 km arah ke sumedang. puas, kami pulang dengan perasaan terhibur sambil sibuk membahas tentang KKN yang jadi tema pentas malam itu di mobil.

pentas ketiga adalah Rock Opera. nah, yang ini rada mislek. bertiga dengan teman2 sma yang semuanya perempuan, kami datang ke JCC, berharap mendapatkan tontonan teater sepperti yang biasanya. gatot. itu adalah pertunjukan musikal, dengan teater koma sebagai salah satu pemeran utamanya. kami malah sempat BT karena ada satu penggemar iwan fals yang berteriak2 ngga karuan (mungkin mabuk) di dekat kami. alhasil, pertunjukan belum selesai, kami putuskan untuk pulang. kuciwa.

kukuciwaan itu sempat menghantui saya lagi di dua pertunjukan mereka berikutnya. sejak kakak saya menikah, saya dapet CSan baru untuk nonton teater. keluarga besar kakak ipar saya ternyata fans berat kelompok yang sudah mentas puluhan kali ini. mereka malah hafal nama-nama pemainnya dan punya menu sangu wajib saat break babak pertama. wuih, ini baru asik. berhubung di keluarga saya ngga ada yang suka nonton teater kecuali kepaksa, tentu saja ini membuat saya cukup bergembira. hehehe..


kembali ke kukuciwaan. yang pertama adalah saat lakon politik dasamuka digelar. meski sutradaranya bukan nano, kami still yakin pertunjukannya akan tetap renyah dan menggigit (punya gigi kalii). gatot. kami pulang dengan mulut ditekuk. "ah, ga lucu. ga rame iki," bapak berkomentar dengan jengkel. "iya ah kapok sm sutradara ini," kakak perempuanku menimpali. "iya, garing,"sambutku sambil manggut-manggut. "pokoknya jangan nonton ya mba kalo sutradaranya si ini lagi," tutup ibu yang juga kuciwa.

kukuciwaan kedua terjadi saat kami nonton pentas kemarin. sutradaranya bukan yang kemarin, sudah yang biasanya. favorit kami. tapi lakon yang disadur dari sastrawan kenamaan dari Eropa Timur itu kelewat serius untuk bapak dan ibu. bagus sih, tentang pertarungan moral. pesannya dalem banget, pas lah dengan seni teater. sayangnya bapak dan ibu lagi-lagi ga setuju. "ah, ga rame iki. ga lucu,"sahut bapak saat jeda babak pertama. sambil bongkar-bongkar sangu andalan, yaitu roti burger, ibu menimpali,"iyo, ga rame. ga ono nyanyi-nyanyi." "muleh wae ah,"ujar bapak memungkas kekesalannya. "aku yo ngantuk," kata ibu.

tinggal kami berempat yang saling plirak-plirik. "wah, gimana nih?" "lo mau pulang?" "hm, bosen sih, tapi sayang duitnya." "iye, ini perkara **ribu!" "ya udahlah yuk, kita masuk lagi."

akhirnya, sambil menahan kantuk, kami putuskan untuk masuk lagi, mencoba sekali-sekali nonton teater yang ngga banyak cengengesannya. hehehe. kau tetap idola kami, lakonmu sesungguhnya juga bagus sekali. tenang saja, kali ini korban kecewa hanya 2 orang. toh kami tetap ada di dalam sampai selesai.

sampai jumpa di pentas berikutnya! buu..buri..buburibu!

Saturday, January 26, 2008

ssst..

ssstt..

aku tak pernah tahu apa yang akan terjadi esok.
tak berani aku membayangkannya.
tak berani aku merancang-rancang kemalangan itu.
tidak juga riangnya sorak-sorai.
tapi kubisikkan harapanmu pelan-pelan, membiarkan tunas-tunas kecil itu bertumbuh dulu.
aku tahu, Tuhan tidak pernah menjanjikan langit akan selalu cerah dan matahari bersinar hangat.
tapi Dia berjanji untuk menemaniku dalam doa dan ikhtiar.
jadi, kita bisikkan saja ya perlahan-lahan sambil melangkah terus ke depan.
pasti kamu setuju denganku, iya kan?

Tuesday, January 22, 2008

helo

ah, rumah baru.
mungil, asri, dan menghadap ke timur.
sempurna!